Lebih Dekat Dengan Muhammad Rizki Aditia, " Penulis Belia Berbakat Yang Ingin Merubah Dunia Dengan Tulisan"


Muhammad Rizki Aditia

Lobar (Asshohwah Media) - Menulis
adalah salah satu kegemaran yang tidak banyak orang geluti. Banyak yang tidak sadar manfaat besar menulis. Menulis konon bisa mengubah dunia. Setidaknya prinsip inilah yang menjadi spirit dan proyeksi Muhammad Rizki Aditia(17), siswa Madrasah Aliyah (MA) Plus Ponpes Asshohwah Al Islamiyah Biletepung Gerung . 

Sebab itulah,  santri yang diketahui  pengoleksi juara kelas ini kini giat belajar dan mengasah kemampuan menulis, terutama cerita pendek atau cerpen. 

Berbekal kemauan dan kerja keras untuk terus berlatih tanpa henti. Aditia bertekad menjadi seorang penulis cerpen profesional kelak. Kerja keras yang ia lakukan tanpaknya  kini sudah menuai hasil. Aditia baru-baru ini berhasil meraih juara pertama dalam lomba menulis cerpen islami yang digelar Universitas Mataram (Unram). 

Santri kelahiran tahun 2002 ini mengungkapkan rasa syukurnya dengan prestasi perdanannya ini. Ia merasa bahagia sekaligus beruntung berada pada lingkungan yang ia rasa sangat membantu dan mendukung kegemarannya ini. Di Ponpes Asshohwah Al Islamiyah, “ penjara suci” tempat ia nyantri, adalah ponpes yang terbilang sangat peduli dan mendukung pengembangan bakat-bakat dan kreasi santri. 

Salah satunya adalah menulis (cerpen dan jurnalistik). Di ponpes tersebut diketahui setidaknya  telah beberapa kali mengadakan pelatihan menulis cerpen dan novel dengan menghadirkan penulis-penulis kondang sperti habiburrahman El Sirazy dan Pipiet senja.

Kesempatan dan program ini tentu tidak disia-siakan Adit,  ia bertekad meraih impiannya menjadi seorang penulis kondang dan profesional, dengan terus berlatih dan mengikuti pelatihan yang digelar dengan tekun dan serius.

“Dari dulu saya ingin menjadi seorang penulis cerpen, saya ingin mengubah dunia dengan tulisan, bersyukur disekolah sering mengadakan kursus menlis dengan menghadirkan tutor –tutor professional seperti Pipies senja dan kang Abik (habiburrahman El Sirazy), ujar Aditia saat dijumpai Asshohwah Media.


Bakat menulis Adit sebenarnya telah terlihat sejak lama. Sebelum berhasil menjadi juara menulis cerpen Islami, Adit adalah satu dari sejumlah santri yang berkesemapatan dan mampu menerbitkan karya cerpennya dalam buku konpilasi cerpen santri, yang digarap oleh salah satu penulis nasional Pipet Senja beberapa waktu lalu.

Meski awalnya menulis ia rasa cukup sulit,membosankan dan hampir membuat putus asa.  Pada awal awal mencoba dan belajar, banyak sekali tantangan dan hal-hal yang hampir membuat ia bete dengan menulis.
Namun semangat dan keteguhan memperpanjang nafasnya melnjutjan perjuangannya.

Mengubah dunia yang ia maksud adalah dirinya ingin berbagi ilmu lewat tulisan. Tulisan-tulisan islami yang ia garap ia harapakan dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi kaum remaja dan anak muda khususnya, yang saat ini ia lihat banyak mengalamai degradasi moral dan mental. 

Anak-bak remaja seusianya yang ia nilai banyak menyalurkan waktu dan energi pada tempat yang salah, adalah salah satu permasalahan yang harus menajadi tangung jawab dan kerisauan semua umat Islam.
Bersama ketua yayasan Asshohwah Al Islamiyah  Akhyar Rosidi S. sos.I

 “Ilmu menurut saya tidak hanya bisa kita sampaikan lewat omongan (public speaking), namun ada media lain yang seperti tulisan dengan berbagai varian, termasuk cerpen dan novel islami,” katanya.

Adit bermimpi suatau saat bisa menyampaikan islam lewat karya tulis yang ia goreskan lewat cerita pendek dan novel-novel islami 

Disisi lain, keprihatinanya juga tertuju kepada semangat dan kemauan anak-nakmuda yang kurang bermainat pada kegemaran menulis. "Padahal banyak manfaat dan kelebihan yang diambil dari menulis" ujar santri yang juga jago berpidato ini. 

Ia sangat berharap kepada generasi muda "zaman now" jmemiliki hasrat besar dalam menggeluti dunia menulis. Menulis jelas Adit sebenarnya tidak terlalu sulit, tinggal membutuhkan ketekunan dan keseriusan. Lewat menulis generasi muda ujarnya bisa menemukan jati diri dan mengarahkan pemuda ke arah dan masa depan yang lebih baik
.
"Intinya pemuda harus tetap semangat, karena bagaimanapun harapan bangsa ada dipindak mereka karena mereka akan mengganti generasi saat ini," kata Adit.   
 
Terkait Prestasi dan capaian Aditia pada ajang  karya tulis cerpen Islam
di Unram ini, pihak Lembaga dan Ponpes mengaku sangat bersyukur sekaligus bangga.

Kepala MA plus Ponpes Asahohwah Hj.Umi kulsum Lc mengaku surprise dengan prestasi Adit kali ini. MA plus Asshohwah yang belum genap berusia satu tahun mampu menunjukan eksitensi dengan mengalahkan kompetitor yang notabene banyak berasal dari sekolah unggulan daerah perkotaan.

"Kita bersaing dengan anak anak di kota Mataram, tentunya sangat senang dan bangga dengan capaian ini, kata umi . Ia mengatakan persiapan  cukup lama dan matang termasuk dengan mendatangkan penulis kaliber nasional seperti kang romel, butet, Pipiet Senja dan Kang Abik tidak sia-sia dan membuahkan hasil manis.

Ketua yayasan Asshohwah Al Islamiyah Akhyar Rosidi S.Sos. I capaian Aditia ini merupakan salah satu bentuk keberhasilan sekolah dalam upayanya melahirkan generasi berprestasi baik dalam bidang agama dan dunia, mulai sedikit terlihat.

" Al hamdulillan semoga prestasi Adit dalam bidang menulis ini menjadi  pelecut dan inspirasi santri lain untuk meraih prestasi-prestasi membanggakan lainya kedepan," kata Akhyar.  
*

CERPEN : SEUNTAI JEJAK “ cerpen by : Al Amira Azzahra @Pelangi Senja (asatiz Ponpes asshohwah )


Aku cinta budaya ku, tapi aku lebih cinta agama yang ada padamu.Ah kurasa, ungkapan itu cukup mewakili setiap jejak yang membias dalam perjalananmu. Bukan sekedar ironi jiwa si pemuda atau jerit kerisauan si gadis. Indonesia, sebuah negeri yang bagi dunia letaknya tak terjangkau. Bukan karena indonesia tak tersentuh dalam peta dunia atau globe yang katanya berbentuk bola, kenapa katanya?! Sebab aku lebih sepakat jika dunia di simbolkan sebagai sebuah hamparan. Ya... hamparan kasih Illahi, hamparan harapan setiap anak manusia, hamparan cinta Pencipta yang tak berbatas lengkungan atau pun tebing curam. Aku lebih suka mengatakan dunia adalah hamparan... hamparan kasih yang tiada batasnya. 

Indonesia... adalah negeri yang penuh dengan anugrah Tuhan, jejeran pulau yang membentang dari sabang hingga marauke nyatanya menelisik setiap jiwa yang menjejakkan kaki di belahan bumi-Nya. Surga yang terasingkan, dengan kekayaan yang tak berbatas, hanya saja si ‘rakus’ nampaknya masih asik memonopoli kekayaan Alam rakyatnya. Aku, akan lebih suka jika yang menikmati adalah putra kandung Indonesia, tapi lihatlah, dengarlah tangis anak negeri yang setiap aliran nafasnya di renggut si penjajah. Saat anak negeri, terasingkan dan kembali terjajah bersamaan dengan kemerdekaan yang telah diperjuangkan pahlawannya, saat sang saka berkibar di seluruh tiang tertinggi negerinya. Nyatanya, si pemuda dan si gadis masih terkungkung dalam Kerasnya Asing yang berkuasa.

Sudahlah, aku sedang tak ingin mengurai rintih jiwaku diatas keyboard tua yang hampir punah. Menghabiskan tintaku, mengurai setiap kata diatas selembar kertas yang kian usang. Saat pena diangkat dan tulisan kian mengering maka sejarah telah tertoreh dengan nyata disetiap jejak anak manusia.

Lihatlah mentari yang memantulkan cahaya di ujung barat, menyebar dan memantulkan cahayanya secara lokal. Bias!. Bayang jingganya perlahan tenggelam di garis pantai, tampak begitu dekat bukan? Menjingga, perlahan menggelap lalu menghilang. Simbol dunia yang kian tua, simbol keangkuhan jaman yang mulai menelisik menjauh dari norma dan moral anak negeri yang kental dengan budaya ketimuran, budaya yang menjunjung tinggi moral dan keselarasan dengan agama yang di yakini. 

Apa lagi ini?! Aku masih saja menjejalkan kaki diatas pasir pantai, menikmati hempasan ombak yang menebarkan aroma basah khas samudra. Bulirnya lembut menerpa wajahku.  Memantulkan pesona nusantara yang tak pernah habis dari perbincangan, nusantara yang penuh dengan adat tradisi dan kebudayaan yang masih sangat kental. 

Ini tentang perjalanan anak manusia, yang kadang terasingkan dalam dilema sanubarinya sendiri. Di sudut kota tanpa lampu, anak pesisir di pulau terpencil dari sekian ribu pulau kecil lainnya. Ah salam rindu dari sebuah pulau cinta, Pulau Lombok yang mungkin masih dipertanyakan keberadaannya. Seperti waktu itu, saat kaki ini melangkah pertama kali di tanah Kembang.

“NTB itu dimana?”
Pertanyaan itu sontak membuat gejolak dada kian lebih cepat, bayangkan saja jangankan Lombok, NTB pun tak terbayangkan dalam benak mereka.
“Lombok itu di NTB.” Jawabku sekenanya, ku pikir itu hanya gurauan rekan ku dalam pertemuan nasional.
“Loh... lombok dan NTB itu satu?!” tanya mbak Nina mahasiswi Unila.
“Aku kira Lombok, ya Lombok. NTB ya NTB, Mataram ya Mataram?!” imbuh yang lainnya.
“Wah, aku kira mbak becanda gak tau lombok. Jadi NTB itu merupakan sebuah provinsi yang terdiri atas beberapa pulau. Dengan dua buah pulau induk, yaitu pulau Sumbawa dan pulau Lombok. Sumbawa pun, ada bagiannya lagi. Begitu juga di Lombok. Kalau Mataram itu ibaratnya ibu kota Lombok. Di lombok sendiri ada pulau kecil yang dikenal dengan sebutan gili.” jelasku, rasanya ingin sekali memaparkan Lombok sebagai pulau kecil yang indah.
“Nah, kalau gili trawangan aku tau!” seru Azalia yang saat itu baru bergabung bersama kami.

Yang benar saja, Lombok tak masuk kedalam ingatan meraka, tapi justru Gili “Tralala-Tralili” begitu mereka ingat. Tralala-Tralili itu pun nama yang di berikan kawan Ikahimatika Indonesia saat berkunjung beberapa tahun yang lalu, kata mereka sih nama itu cocok untuk pulau kecil di Lombok yang menawarkan pesonanya. Jika Pulaunya saja tak masuk daftar, bagaimana budaya yang ada di dalamnya.?! Baru saja ingin ku lanjutlan ceritaku tentang si Kecil yang menjadi Pulau Serambi Madinah, tiba-tiba pengeras suara di gedung Keong Telkom University Bandung membuyarkan obrolan kami saat itu. ****

Pertemuan hari itu, menjadi sebuah cambuk bagiku. Ya setidaknya 4 hari aku disini, bisa membuat mereka sedikit lebih mengenal Lombok. Belum sempat aku, sampaikan mbak Azalia mahasiswi UNS menyentuh bahuku. “mbak ji, ntar ceritain ya Lombok itu kaya gimana?” pintanya. “Ok! Mbak.”

Senja mulai beranjak, menepi pada peraduannya. Pertemuan pagi hingga sore hari ini disudahi, gema takbir mulai menghiasi seantero kota Kembang. Jangan heran, Ramadhan baru saja bersemi. Saat perjalanan kembali ke asrama tempat kami menginap, “Mbak, kita ngabuburit yuk. Sekalian mbak ceritain lagi Lombok kaya gimana?” Mbak Nina mengajak kami keluar Kampus untuk mencari jajanan di depan kampus Telkom. “Ya udah ayok.” Jawabku, dan di sambut anggukan mahasiswi lainnya. Dan kami berbalik haluan.

Benar saja, dari balik pintu gerbang kampus sudah berjejer pedagang yang menjajakan jajanan khas buka puasa. Kami memilih minum es podeng khas Bandung.
“Lombok itu, terkenal dengan Rinjani dan Pantainya mbak. Kalau ke lombok belum pernah ngerasain ombak pantainya mah belum afdhol. Yang aneh, kok bisa Lombok belum di kenal di FP (Forum Prempuan) BEM SI padahal beberapa bulan kemarin kita kan RAKERNAS BEM SI di sana.” Aku memulai perbincangan. 

“Ia mbak, nyesel juga gak ikut kesana. Tapi, aku masih penasaran lo mbak dengan budaya disana. Pernah dapat cerita, katanya di sana afwan pakaian ADK khususnya akhwatnya khas banget ya?! Cenderung mengadopsi tradisi arab. Maksudku, kita berpakaian syar’i tapi ada juga akhwat yang berpakaian seperti kebanyakan orang arab?” tanya salah seorang aktivis.

“Hem... bagi kami, mahasiswi yang aktif di ADK/LDK khususnya di NTB sangat tidak sepakat jika kami berhijab di anggap mengikuti budaya arab. Aku yakin, mbak dan teman-teman lainnya sudah sama-sama memahami hakikat dari hijab, jilbab, khimar bahkan kerudung itu seperti apa. Menutup aurat bagi umat muslimah adalah sebuah kewajiban, keniscayaan yang harus di taati oleh setiap wanita yang mengaku beriman. Bukan pekara kita sudah baik, justru karena kita ingin memperbaiki dirilah hingga kita memutuskan untuk berhijab. Jika menunggu baik, atau seperti kata sebagian wanita ‘tak penting luarnya, yang penting hatinya’. Lantas siapa yang menjamin kita akan berada di dunia ini sampai kita ‘baik’, belum lagi ‘baik’ akan bernilai relatif sebab setiap orang punya kriteria yang berbeda untuk di anggap ‘baik’.” Sejenak ku tarik nafas.

“jika yang dimaksud mengikuti budaya arab adalah dengan mengenakan cadar atau pakaian longgar dan khimar yang menjulur lebar menutupi sebagian besar tubuh. Maka mbak-mbak belum mengenal budaya kami di NTB. Siapa bilang berhijab hanya budaya Arab?! NTB itu....” perkataan ku terpotong oleh suara adzan yang menggema dari masjid Syamsul ‘Ulum kampus Telkom.
Allahu Akbaaar.... Allahu Akbaarr!!!
Allahu Akbaaar.... Allahu Akbaarr!!!....
Panggilan Allah telah terdengar, perbincangan senja itu kami hentikan sejenak untuk memenuhi panggilan Kekasih. Allah!! Mudahkanlah hati mereka menerima kebenaran perintah-Mu. Bukan, tentang sebuah budaya namun tentang pengabdian diri seorang muslimah. Tentang bukti cinta, tentang sebuah pemantasan Memandang Wajah-Mu kelak.

            Langkah menuju masjid Raya kampus begitu ringan, terasa benar nikmatnya berpuasa di tanah yang berbeda, dengan suasana yang berbeda pula. Setelah berjalan beberapa menit, masyaa Allah masjid di hadapan ku. Dengan pelataran masjid yang dihiasi lampion berwarna warni yang membentul tulisan “SYUKRAN” lalu di sisi lain bertengger pula lampion dengan tulisan “AL-IKHWAN” sebagai tanda dan batas area ikhwan bukan tentang pemboikotan daerah he, ternyata itu tradisi di sepanjang bulan Ramadhan. Ada area khusus yang tak boleh dilanggar Ikhwan-Akhwat jama’ah Masjid Syamsul ‘Ulum, hal ini karena mereka akan melakukan rutinitas Terawih berjama’ah dan demi menjaga ke akhsan an ikhwan-akhwat disepakatilah area khusus bagi keduanya. 

            Usai menjalankan ibadah shalat Magrib dan rutinitas lainnya, kami kembali membentuk lingkaran untuk melanjutkan diskusi tadi yang sempat terhenti.
“jadi, gimana mbak?” tanya azalia memulai perbincangan.
“sampai mana tadi?! ... oya, seperti yang tadi siang aku bilang NTB itu gak hanya Lombok, disana ada juga pulau Sumbawa, dan di Sebrangnya ada Pulau Bima dengan kota-kota yang ada di dalamnya. Setiap pulau di NTB memiliki budaya dan tradisinya masing-masing. Bahkan di satu desa dengan desa lainnya memiliki adat kebiasaan yang berbeda. Salah satu adat yang patut dan harus –menurut saya– untuk di lestarikan adalah adat Rimpu. Rimpu sendiri adalah busana wanita Bima yang menggunakan dua lembar (dua sando’o) sarung untuk bagian atas dan bawah. Sedangkan kaum lelakinya tidak memakai rimpu, tetapi memakai “katente” yaitu sarung yang digulung di pinggang.  Rimpu sendiri ada dua jenisnya. Yaitu Rimpu Mpida yang digunakan oleh kaum hawa yang masih gadis atau yang belum menikah, dan Rimpu Colo yang di pakai para ibu-ibu.” Aku berhenti sejenak untuk melihat respon mereka. Sejenak mereka terdiam, sesekali mengangguk dan menampakkan rasa penasarannya.

“Lanjutkan ukh, hem afwan boleh ana bergabung?” sebuah suara, tiba-tiba menyapa dari belakang lingkaran kami. Aku tersenyum saat melihat kearahnya, ternyata mbak Fadqi mahasiswi dari Sebi.
Tafadholy mbak” jawabku, dan di ikuti senyum yang lainnya. “Nah, Rimpu Mpida sendiri tata cara penggunaannya sangat mirip seperti akhwat yang mengenakan cadar. Para gadis Bima tidak diperkenankan menampakan wajahnya selama belum menikah. Mereka hanya boleh memperlihatkan wajahnya kepada mahromnya saja dan para gadis sebayanya di ruangan tertutup yang tidak dilalui lelaki. Rimpu Mpida atau dikenal juga dengan istilah Rimpu cilik digunakan oleh para gadis saat akan keluar dari rumah, jika mereka keluar rumah tanpa menggunakan Rimpu Mpida dan memamerkan aurat maka mereka akan dikenakan sanksi. Hal ini, karena mereka ddianggap telah melanggar hukum moral, hukum keagamaan dan adat istiadat. Tapi, bukan berarti wanita Mbojo (istilah untuk wanita Bima) merasa terkekang dengan peraturan budaya ini, mereka justru mengingat dan tetap menjunjung tinggi budaya tersebut karena mereka sadar bahwa hal ini akan mengokohkan keyakinan mereka dan kepercayaan merea terhadap perintah-perintah yang ada di dalam Agama dan Kepercayaan mereka. Hal ini berlaku tidak hanya untuk para gadis, hal yang sama pun di patuhi oleh para ibu-ibu mbojo. Mereka sangat menjunjung tinggi budaya dan tradisi muslimah di Mbojo. Tapi, lihatlah setelah era modernisasi masuk dan merusak moral anak bangsa dengan berbagai mode dan trend yang meruntuhkan moral dan budaya ketimuran khas Indonesia. Memonopoli adat tradisi, dan mensuntikkan budaya khas kebarat-baratan.

 Berbagai macam media mereka luncurkan. Mulai dari koran, majalah, radio, lalu berkembang ke media Visual lainnya Televisi, bahkan Internet merambah berbagai sendi kehidupan. Budaya Timur bangsa Indonesia perlahan namun pasti mulai bergeser, digantikan dengan budaya Barat, yang afwan harus ana katakan jauh dari ‘moral dan kebiasaan bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan malu’. Budaya Asing mulai menggerogoti anak bangsa, mendoktrinkan bahwa budaya menutup aurat menjalankan perinta agama adalah budaya Arab, dan mereka mengasumsikan bahwa budaya yang mereka bawa adalah budaya nusantara. Astaga, apakah mereka sehat?! Atau mungkin kita yang kurang sehat, hingga menelan mentah-mentah setiap doktrin yang mereka berikan. Pantas saja, mereka semakin girang memainkan peran di tanah air. Meraup sebanyak-banyaknya kekayaan alam yang ada di dalamnya. Tidak hanya kekayaan alam kita yang dirampok, nyatanya perjalanan ‘sejarah’ anak bangsa pun perlahan mereka ingin musnahkan. Membuat setiap orang bersitegang membantah budaya dan tradisi nusantara.” Jelasku panjang lebar, ingin rasanya meremas setiap budaya yang mereka tebar di tanah airku.

“Astaghfirullah,.. ternyata seperti itu budaya di NTB. Subhanallah... benar, kadang kita di buat tak sadar dengan virus yang di tebar asing.” Timpal mbak Nina.

“Ia mbak, kita sadar atau tidak itu semua karena permainan mereka yang terlampau rapi. Menguasai ranah industri, menayangkan segala sesuatu yang menguntungkan bagi mereka. Alhasil pemuda-pemudi desa yang awam dengan hal-hal berbau teknologi menelan mentah-mentah setiap tayangan yang di sajikan. Dan... sudah bisa kita baca hasilnya seperti apa. Putra-putri Indonesia mulai menjauh dari tradisi dan norma yang berlaku di Indonesia, mulai tertarik menggunakan mode dan trend baru yang di tayangkan. Menganggap adat dan budaya sebagai sesuatu yang Kolot, ketinggalan jaman, kampungan dan lain sebagainya. Padahal, mereka tidak sadar bahwa mereka telah di gerogoti dari berbagai arah. Mereka di racuni fikirannya, dirusak tatanan nilai dan moralnya, keragaman dan kebanggaan terhadap agama dan keyakinannya perlahan dikoyak hingga tak bersisa. Lalu pergaulan bebas sebebas-bebasnya menjadi surga kedua bagi mereka yang mengikuti arus perkembangan jaman. Membuat mereka lalai dalam kenikmatan semu. Astaghfirullah... bukankah mereka adalah orang-orang yang merugi?!”

“bener mbak, saya sepakat.” Timpal mbak Azalia. “jadi penasaran seperti apa model pakaian Rimpu itu?”
“Kebetulan saya punya fotonya, sebentar.” Ku keluarkan Handphoneku dari dalam saku almamater ku tercinta, lalu menunjukan beberapa foto Rimpu Mpida dan Rimpu Colo.
“wah, sayang sekali kalau budaya sebagus ini harus pudar ditengah masyarakat.” Keluh mbak Nina.
“itulah mbak, saat ini Rimpu hanya digunakan oleh gadis-gadis desa di pedalaman Bima dan sesekali di kenakan oleh gadis modern saat melangsungkan even di kota. Festival adat dan lain sebagainya, sedangkan dalam keseharian kebanyakan dari mereka mengadopsi budaya barat.” Jawabku.
“sayang sekali mbak, benar-benar patut disayangkan. Budaya ini harus dilestarikan. Sangat penting bagi masyarakat terutama kaum hawa untuk melindungi mereka dan agar lebih mudah dikenali.” Timpal mbak Fadqi.
Allahu Akbaar... Allahu Akbar...!!!
Allahu Akbaar... Allahu Akbar...!!!.....
            Adzan kembali berkumandang. Alhamdulillah tepat disaat aku selesai membagi budaya dari ujung Nusantara. Sebuah budaya yang hanya menjadi sejarah manis, sejarah yang bahkan terasingkan dan tak semua orang tahu akan sejarahnya. Sejarah yang hanya akan menjadi sejarah jika tak ada yang menceritakannya kembali. Sejarah perjalanan anak manusia yang pernah begitu dekat dengan moral dan nilai keluhuran, begitu kental dengan pondasi agama dan kokoh dalam ketaatan kepada Tuhannya, Allah Azza wa Jalla.
            Hari ini, akan menjadi saksi peraduan rindu seorang kekasih yang terlanjur jatuh cinta pada sejarah yang pernah ada. Sejarah yang pernah begitu gemilang di era 19. Ah sejarah yang takkan pernah lekang dari hati para Pecinta yang hadir cinta hanya karena-NYA. Lalu masih kau pertanyakan cinta ku pada budaya nusantara? Budaya yang mana? Budaya yang murni terlahir dari para anak negeri atau kah budaya yang lahirnya dari antah berantah negeri yang mana?! Aku masih mengasingkan diri, budaya mana yang semestinya kuturuti? Budaya yang mengagungkan kebebasan? Mengatas namakan kesenangan dunia? Trend? Mode? Penampakkan lekuk tubuh tanpa malu yang semestinya menjadi ciri khas wanita nusantara. Tentang malu ini, ku rasa tak lagi bicara keranah satu agama. Bukankah setiap fitrah wanita nusantara adalah malu? Lalu mengapa tak kau kenakan pakaian malu mu saat mengadopsi budaya barat yang tak mengenal malu?

            Ya Rabb... ampuni kami, yang terlampau asik bermain dengan berbagai gaya dan ragam mode. Hingga kadang kami lalai dari setiap aturan yang ada.
Malam ini, telah di usaikan sepotong kisah. Sebait cerita. Tentang kegusaran anak dari ujung senja. Ya, selalu ada senja disetiap rangkaian kataku. Karena aku terlahir disebuah simpang pesisir pantai, bermain dengan pasir dan gelombang yang bermandikan cahaya senja. Kadang aku menghabiskan berjam-jam waktuku di tepian pantai, menikmati hempasan air laut yang menggulung-gulung dengan begitu lembutnya. Kadang aku pun menikmati, filosofi cinta yang ditebar samudra atas izin-Nya. Tentang Cinta gelombang yang menghempas tanpa menyakiti karang di laut. Tentang Rasa yang menjelma kedamaian dalam birunya samudra, tentang hati yang meluaskan pandang mata. Atau tentang Kamu yang takkan selalu di mengerti hadirnya. Kadang diam, kadang bising, kadang hadir kadang pun berlalu. 

Sudahlah, aku tak hanya suka senja.
Aku pun suka dengan pelangi di ujung jingga, pelangi yang terlahir setelah gerimis basah menerpa wajahku. Lembut mengalunkan rindu yang kadang singgah di simpang hati. Rindu memandang wajah-MU. Duhai jiwa!!! Dimana raga kau sandarkan?!

            Rasakanlah, gerimis yang diterpa angin pantai lalu jatuh menimpa wajahmu. Menarilah ditengahnya. Sebab takkan ada yang tau bahwa kau tengah menangis. Menangisi sejarah yang tersimpan dengan begitu rapi dalam peti kayu yang mulai membeku.

Tapi malam ini, aku tak sedang jatuh cinta pada senja, jingga atau pun gerimis. Aku tengah jatuh cinta pada langit malam di kota Kembang. Ah Bandung, kau menjadi bagian cinta dan sejarah baru dalam jejakku. Aku tengah jatuh cinta. Ya... jatuh cinta pada langit luas yang menghitam di hiasi berjuta bintang disana. Ambil satu bintang dan rangkailah ia dengan bintang lainnya. Bisa jadi, kan kau temukan semburat wajah di kolong langit malam ini. Satu lagi, aku cinta budayaku. Namun, aku lebih cinta pada agama yang ada padamu.

Rasa Kesepian dapat Memperburuk Kesehatan

Menurut sebuah studi kesepian dapat berpotensi memperpendek umur kita dan menyebabkan masalah kesehatan.

Menurut sebuah studi kesepian dapat berpotensi memperpendek umur kita dan menyebabkan masalah kesehatan. Isolasi sosial ternyata dapat berakibat fatal dan memperburuk kesehatan kita.

Jika kita tidak memiliki relasi yang solid, seperti keluarga atau teman, kondisi itu akan memberi dampak yang ‘sangat mematikan’. Akibatnya, mengancam kondisi jiwa seseorang, seperti penyakit jantung, stroke, bahkan kanker. Penelitian juga mengungkapkan, efek dari kesepian lebih cenderung menyebabkan hipertensi di kemudian hari.

Menurut studi yang dipublikasikan oleh  Nationalsecara khusus, orang yang menjalin hubungan dengan keluarga atau teman, dapat mengurangi risiko hipertensi sebesar 54 persen. Peneliti juga menemukan bahwa selama masa remaja, body mass index (BMI) dan ukuran pinggang orang yang kesepian akan lebih tinggi. Sedangkan bagi mereka yang aktif secara sosial, memiliki kondisi kesehatan dan harapan hidup yang panjang.

Kesepian memiliki dampak terbesar pada masa remaja. Merasa kesepian saat remaja memiliki implikasi kesehatan yang sama pada anak yang tidak aktif secara fisik.
“Terdapat hubungan antara kesehatan dengan tingkat aktivitas sosial seseorang. Hubungan yang kuat akan terjadi di masa remaja,” ujar  Dr Kathleen Mullan Harris, dari University North Carolina dan Carolina Population Center.

Peneliti menyarankan pada tenaga medis untuk memperhatikan masalah ini.  Mereka juga perlu membantu masyarakat agar memahami sejauh mana ikatan sosial yang kuat, dapat melindungi kesehatan sepanjang hidup kita.

Sangat penting bagi kita untuk menghabiskan waktu bersama orang yang kita cintai. Hal itu dapat memberikan kebahagian, kenyamanan, dan keamanan pada hidup kita. Jadi, marilah menjalin hubungan yang baik dengan keluarga atau teman kita.

Sumber : national geografic.com

Apel Hari Santri, Mudir Ponpes Asshohwah Ingatkan Untuk Syukuri Hari Santri


Lobar ( Asshohwah Media) - Rangkaian kegiatan peringatan dan perayaan hari santri nasional di Pondok Pesantren Asshohwah Al Islamiyah ditutup dengan pelaksanaan apel pengibaran bendera merah putih yang digelar Ahad (22/10). Apel dihadiri langsung pimpinan atau mudir ponpes Asshohwah TGH. Taisir Al Azhar Lc.Ma dan diikuti seluruh santri berikut asatiz, dewan guru berserta staf.

Dalam pidatonya mudir mengajak seluruh santri dan peserta peserta upacara untuk bersyukur dan berterimakasih dengan ditetapkannya hari santri oleh pemerintah saat ini.
Ditetapkannya hari santri oleh pemerintahan Jokowidodo saat ini, jelasnya adalah salah satu cara untuk menghargai dan mengingat jasa- jasa para ulama, santri dan pondok pesantren di Indonesia dalam perjuangan di era kemerdekaan dulu.

Para santri, ulama dan kalangan pesantren diketahui memiliki peran dan kontribusi besar dalam upaya pembebasan bangsa Indonesia dari agresi penjajah.
Ditetapkannya hari santri sebagai penghormatan atas  jasa-jasa santri ulama dan pesantren,  maka bersyukur pada Allah  karena,telah menghargai peran dan jasa mereka,"  kata mudir.
Dalam amanatnya mudir juga  mengingatkan hakikat dan makna kata santri jika ditinjau dari etimologi bahasa arab.

Ia menjabarkan makna santri jika dilihat dari susunan bahasa arab , yang masing masing terdiri dari lima huruf yakni sin, nun, ta', ra, dan yaa adalah susunan kata yang memiliki dan mengandung makna penting untuk difahami serta di aplikasikan oleh santri.

Dia menjelaskan, huruf pertama dalam kata santri yakni sin, sebuah huruf yang bermakna safaraa ilal ma'had tolabil ilmi, atau pergi meningglkan kampung halaman menuju pesantren untuk menuntut ilmu. Makna ini papar mudir menandakan bahwa santri adalah para pencari ilmu yang tengah berjuang dengan bersungguh sungguh meninggallan rumah, sanak famili, dan kampung halaman hanya untuk satu tujuan yakni mencari ilmu agama dan ilmu lainnya.

Makana selanjutnya jika mengacu pada huruf kedua yakni huruf nun, adalah nerarti orang  mendapatkan ilmu setelah melalui proses atau tahaf  belajar di ma'had atau pesantren.
Berikut makna kata santri memnurut huruf yang ketiga dari ejaan bahasa arab yakni taa, adalah orang yang mengajarkan dan mengamalkan ilmu yang telah didapatlan selama di mereka berada di pesantren, dalam kehidupan sehari- hari.

" Seorang santri akan mengamalkan seluruh ilmu  dan pengetahuan yang telah ia dapatkan selama di pesantren ketika mereka kembali ke kampung halamannya," Kata mudir.
Ke empat adalah huruf raa' yang berarti orang yang patuh dan taat kepda guru. Ini artinya seorang santri sejatinya adalah seorang yang patuh, taat dan hormat kepada guru atau ustadznya.
" Lebih utama lagi adalah selain taat kepada uzstadz dan guru, para santri  taat kepada nabinya," urai mudir.  Terakhir, penjabaran makna santri jika lihat dari huruf terakhir hijaiyah yakni yaa adalah bermakna cinta dan rela berkorban untuk negeri.

Seorang santri jelas mudir sejatinya adalah seorang yang memiliki sikap cinta yang luar biasa kepada bangsa dan tanah airnya. Santri akan siap berkorban dengan jiwa raga jika satu saat negara atau negerinya membutuhkan dan meminta pengorbanannya.

"Itulah sejatinya santri, rela dan siap berkoran untuk negaranya, karena itu manfaatkan lah keberadaan kalian di pondok ini agar kalian bisa melaksanakan dan menerapkan kelima makna santri tersebut dalam kehidupan,"  katanya.

Pensi Santri Asshohwah Guncang Malam Peringatan Hari Santri

Penampilan salah satu peserta Pensi Di panggung pensi Asshohwah
Lobar (Asshohwah media ) -
Pentas seni (pensi) santri Asshohwah Al Islamiyah yang digelar sebagai  rangkaian kegiatan hari santri nasional di Ponpes setempat begitu semarak dan menghibur. Ajang unjuk kreatifitas seni para santri itu mendapat sambutan luar biasa dari ribuan penonton yang hadir pada puncak peringatan hari santri yang digelar Sabtu malam (21/2).

Sejumlah pertunjukan seni dipertontonkan dan berhasil memukau sekaligus menjadi hiburan berkelas untuk warga yang hadir menyaksikan gelaran yang dihelat di halaman ponpes Asshohwah tersebut. Pertunjukan drama kabaret, khadroh, stand up comedy, puisi, nasyid dan pertunjukan seni lainnya, berhasil disuguhkan dengan berkelas dan tentu menghibur.

Aplaus dan gelak tawa penonton menyertai serta mengiringi setiap penampilan santri di panggung  pensi, pertanda puas dan terhiburnya para audiens malam tersebut. Sebut saja penampilan stand up comedy yang ditampilkan salah satu santri kelas 1 MA plus, Tiara Helmalindra, adalah salah satu penampilan  yang terbilang paling sukses menyedot perhatian dan memukau penonton, karena berhasil menampilkan hiburan stand up comedy ala profesional ya ng super kocak dan mengocok perut penonton. 

Selain itu ada juga persembahan drama kabaret dari santri ikhwan kelas tiga yang tak kalah menghibur dan membuat para penonton terpingkal.
Pertunjukan dan ajang pensi kali ini sendiri mendapatkan apresiasi Mudir  atau pimpinan Ponpes Asshohwah Al Islamiyah TGH. M. Taisir Al Azhar LC.Ma yang juga turut hadir menyaksikan dan menikmati suguhan kreasi seni para santri di panggung kreatif.  
Menurutnya ajang pensi seperti yang ditampilkan para santri kali ini adalah salah satu bentuk kecintaan dan kepesulian santri terhadap seni.

Seni dalam ajaran Islam ungkap mudir bukanlah seauatu yang tabu dan asing, bahkan justru di apresiasi dan dihargai keberadaannya, karena pada dasarnya Islam adalah ajaran yang menyukai segala hal yang berbau hal hal indah.

" Seni adalah bagian dari ajaran agama Islam, Islam tidak pernah melarang hal hal yang brbau seniman , karena sesungguhnya ALLAH itu indah dan menyukai keindahan, " kata mudir dalam sambutannya.
Seni menurut mudir bisa menjadi warna dan sisi lain yang indah dalam dunia Islam.
"Dengan seni hidup akan menjadi indah, dengan ilmu hidup akan menjadi mudah dan dengan iman hidup akan menjadi terarah" ungkap mudir menyebut sebuah kutipan.

Semarak Peringatan Hari Santri Nasional Di Ponpes Asshohwah

Lobar (Asshohwah Media) - Peringatan hari santri nasional di Ponpes Asshohwah Al Islamiyah berlangsung semarak. Berbagai kegiatan untuk memeriahkan hari yang diperingati setiap 22 Oktober itu digelar seperti aneka lomba , pentas seni (pensi) dan bazar digelar selama tiga hari terhitung, Kamis ( 19/10) hingga Minggu (22/10) mendatang.  Aneka lomba yang digelar diantaranya lomba tahfiz Quran, cerdas cermat dan pidato yang diikuti santri berbagai jenjang pendidikan di ponpes.

Puncak peringatan hari santri dilaksanakan Minggu (22/10), dan rencanya akan di tutup dengan kegiatan apel bendera serta pembagian hadiah di Ponpes setempat.
Ketua panitia kegiatan hari santri Abdul Qadir Jaelani Spd, mengatakan kegiatan menyambut dan memeriahkan hari santri kali ini mengambil tema "Wajah pesantren wajah Indonesia,bangkitlah pondoku bangkitlah negeriku".

Sebanyak 150 santri dari berbagai tingkat atau jenjang pendidikan berpartisipasi dalam kegiatan mata lomba kali ini. Jumlah ini menurutnya cukup banyak,  menandakan antusiasme tinggi para santri untuk ikut berpartisipasi menyemarakkan kegiatan.
" Jumlah ini cukup banyak, itu artinya siswa kita banyak yang berkompeten dalam tiga bidang mata lomba ini'  ujar Abdul Qadir dalam sambutannya pada  pembukaan acara yang  dihelat Kamis, (19/10).

Sementara ketua yayasan ponpes Asahohwah Akhyar Rosidi s.sos.i dalam sambutannnnya menyampaikan apresiasi dan rasa ayukur mendalam atas terlaksananya kegiatan hari santri nasional  ini. Kegiatan menyambut dan memeriahkan hari santri seperti saat ini adalah salah satu kegiatan positif dan juga bermanfaat. 

"Mudah mudahan kegiatan bermanfaat, ini adalah persembahan yang mulia,".
Akhyar mengutarakkan, santri dan pesantren adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dan diketahui  memiliki kontribusi besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannya.

"Sejarah mencatat santri dan pesantren berjasa memerdekan negara,  salah ulama kita kiayi Hasyim asy'ari pernah memerintahkan resolusi jihad sebagai simbol  dan bentuk perlawanan kepada penjajah, ulama dan santri terbukti berhasil dalam memerdekan indonesia saat itu," terangnya.
Oleh karena itu memperingati hari santri adalah salah satu cara  mengingat kembali  perjuangan para ulama dan santri dalam membebaskan bangs a Indonesia dari cengkraman penjajah.

Lebih jauh dikatakan, santri  hendaknya bisa menjadi digur dan tauladan dalam berbagai aspek dan sendi kehidupan. Santri harusnya bisa memberikan kontribusi dalam berbagai aspek kehidupan, layaknya kontribusi para santri terdahulu pada proaes perjuangan merebut penjajah.
" Mudah mudahan kalian bisa bermanfaat di keluarga masyarakat dan negara. bersyukurlah jadi santri , karena santri berkontribusi dalam kemerdekaan RI," pungkas Akhyar.

4 Keutamaan Memilih Pasangan Hidup Dengan Tuntunan Agama

kriteria-harta-dan-kecantikan
Dakan pasangannya masing-masing oleh Allah. Sebagai manusia mempunyai kewajiban dalam menggapai rezeki maupun kodoh dengan terus berdo’a dan berusaha sekuat mungkin. Selanjutnya, bertawakkal diri menyerahkan semuanya kepada Allah.

Berkenaan dengan jodoh atau pasangan hidup, maka hendaknya untuk menetapi takdir Allah. Kita wajib berusaha menggapai calon pasangan hidup. Berikut ini ada beberapa ulasan tentang bagaimana memilih calon pasangan hidup, baik sebagai calon istri atau calon suami dari kriteria yang berdasarkan tuntunan agama.

1. Kriteria calon pasangan hidup dari sisi agama



Dalam hal memilih calon pasangan hidup dari segi agama, harta, ketutunan atau nasab, dan kecantikan. Sebagaimana Nabi Muhammad bersabda.
“Dari Abi Hurairah radhiallah ‘anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda: Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka perhatikanlah agamanya maka kamu akan selamat. Muttafaq ‘alaih.”  [HR. Bukhari Muslim.]
Dalam hadits Nabi di atas, jelas bahwa Rasulullah saw lebih menekankan dan memberikan penekanan yang lebih utama pada agama. Hal ini dikarenakan wanita dengan bekal agama yang baik dan sudah matang akan jauh lebih menguntungkan dan mampu menjadi penopang dalam mengarungi samudrah rumah tangga.

2. Mempunyai sisi agama yang baik dan matang



Pengetahuan ilmu agama tidak hanya sekedar pemahaman dalam bidang agama atau fitrah saja. Akan tetapi mencakup ruhaniah atau sisi kerohanian yang secara ideal dapat diterjemahkan seorang yang mempunyai hablum minallah yang kuat.

3. Kriteria calon pasangan hidup dari sisi keturuna



Bagi seorang muslim, hendaknya memilih calon istri dari keturunan yang berasal dari keluarga muslim yang taat dalam beragama, status social yang baik serta terpandang di lingkungan masyarakat. Karena diharapkan akan meperoleh keturunan yang baik. Karena lahirnya keturunan yang baik dari keluarga yang baik adalah salah satu perintah Allah yang tercantum di dalam Al-Qur’an.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”  [Qs. An-Nisa: 9]

4. Kriteria calon pasangan hidup dari sisi harta dan kecantikan




Tentang kencatikan dan harta ini adalah merupakan nilai tambah. Yang lebih utama berdasarkan anjuran dari dalil hadits Nabi dalam menentukan kriteria untuk memilih calon istri atau calon suami yang baik. Hendaknya lebih mengutamakan agama dan nasabnya.

sumber : www.inspirasiislami.com

Tingkatkan Loyalitas Lembaga Dan Pembina, Ponpes Asshohwah Gelar Raker

Lobar (Asshohwah Media)- Pondok pesantren Asshohwah Al Islamiyah menggelar rapat kerja (raker)taunan guna meningkatkan kinerja dan kualitas menejemen
internal ponpes, Ahad (1/10). Raker  ke empat tahun ini mengangkat tema  meningkatkan loyalitas lembaga dan pendidik dengan mewujudkan Ponpes Asshohwah  Al Islamiyah yang maju dan berkualitas.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh pimpinan Ponpes Asshohwah TGH. M. Taisir Al Azhar Lc. Ma. Selain itu raker juga dihadiri Ketua yayasan Ponpes Asshohwah Al Islamiyah Akhyar Rosidi,  para asatiz dari seluruh lembaga pendidikan Ponpes Asshohwah Al Islamiyah.
Dalam sambutannya Mudir Ponpes memberikan motivasi kepada seluruh stek holder terkait penyelenggara pendidikan di Ponpes Asshohwah, agar terus meningkatkan loyalitas dan semangat pengabdian dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pembinaan.  Mudir  akunya selalu bermimpi Ponpes Asshohwah akan bertranformasi menjadi  ponpes besar dan menelurkan lulusan-lulusan berkualitas.

“ Saya berharap pondok ini kelak bisa menjadi pondok besar, kita saat ini masih banyak belajar dan harus terus berjuang dengan loyalitas dan pengabdian,” kata mudir.

Raker kali ini selain diharapkan mudir dapat merumuskan dan merancang kebijakan-kebijakan strategis untuk menentukan arah penyelenggaraan pembinaan dan pendidikan santri di Ponpes, juga bisa menjadi pemacu semangat dan motivasi bagi para seluruh stek holder terkait, untuk terus meningkatkan loyalitas dan semangat pengabdian yang didasari niat ikhlas mencari ridha Allah SWT.
"Lewat raker ini pikirkan dan mausywarahkan apa program-program terencana, dan yang terpenting adalah dilaksanakan," kata mudir.

Sementara Ketua yayasan Ponpes Asshohwah Al Islamiyah Akhyar Rosidi S.Sos.I dalam sambutannya mengungkapkan perlu dan pentingnya loyalitas dan integritas dalam melaksanakan tugas pembinaan dan pendidikan dilingkungan ponpes.  Sesuai tema yang diusung,  loyalitas menurut Akhyar adalah kunci kesuksesan baik secara  indvidu  maupun  lembaga .

"Kami berharap loyalitas guru dan lembaga makin ditingkatkan sehingga kedepan semakin maju dan berkualitas," terangnya. Perwakilan masing-masing lembaga pada kesempatan raker kali ini berkesempatan, menyampaikan laporan perkembangan dan pelaksanaan pendidikan masing-masing selama satu tahun. 

Postingan Populer