Terdengar
bunyi ketukan gayung dari Pembina asrama. satu-persatu kamar sudah dimasuki
Pembina, membangunkan santri agar berangkat ke masjid.
Sontak para santri terbangun demi mendengar
suara itu. namun salah seorang santri masih terlelap dalam mimpinya, tidak
salah lagi ia itu adalah Aditya. kebiasaannya yang dulu susah bangun pagi,belum
juga berubah. tidak seperti santri-santri lainnya, sudah benar-benar terbiasa
dengan bangun pagi.
“ hei kamu! “ bunyi suara menyebalkan yang
mengganggu tidurnya.
Dia membuka mata perlahan, terlihat seorang
lelaki yang berperawakan besar tiba-tiba menaraik tangannyan. sontak dia
terkejut dan langsung sadarkan diri seketika lelaki itu mengangkat kayu dan
mengayunkannya hingga menempel di pahanya.kemudian terdengar,
“ plaaakk! “
Tapi itu bukan apa-apa menurutnya, karna hampir
setiap hari kayu itu menyentuhnya hingga munkin sudah tidak berefek lagi
untuknya.
“ cepat berangkat ke masjid! “ teriak Pembina
itu sambil menunjukkan wajah marahnya.
“ Iya…..iya! “ ocehnya.
Namun Adit malah mengabaikanya, bergerak santai
tanpa sedikit pun ketergesaan menandakan ada rasa takut.
“ memangnya dia itu siapa, seenaknya
marah-marah padaku “ ocehnya dalam kesunyian.
Malas, memberatkan kakinya untuk melangkah.
berada dijalan yang sepi sendirian, hanya dia disana ditemani pekatnya fajar.
disisi lain, para santri menunaikan kewajiban secara berjama’ah. sedangkan dia
datang terlambat, namun ia merasa tak bersalah sedikitpun karna berpendapat
setidaknya dia sudah mendirikan shalat. itu sudah lebih dari cukup baginya
ketimbang tidak sama sekali.
Ini semua adalah akibat dari kenakalannya maka
tidak heran jika dia dicap sebagai santri ternakal di angkatan. kesenangannya
hanyalah melakukan hal-hal yang menyebalkan. menjaili teman sekamar, mengganggu
teman sekelas. bahkan kadang merabah ke kawasan santri putri.
“ suiiit, suiiit, heeei, cantik! “ seruku
tengil ke arah rombongan santri putri yang melintas.
kalau banyak mereka akan rame-rame melempariku
dengan kerikil. namun kalau hanya santri wati sendirian, dia akan lari terbirit-birit.
ketakutan!
“ hahaha! memangnya aku itu penjahat, hahaha! “
aku pun terbahak-bahak.
Toni, ya, hanya Toni seorang yang berani
menegur dan menasihatiku.
“ memangnya kamu sengaja lakukan itu, ya? “
“ iya! “
“ ada apa dengan otakmu, Adit? “
Gerutu Toni tanpak mulai kesal
dengan tingkah lakunya. namun dia tidak meladeni Toni , pergi meninggalkanya
dalam keadaan kebingungan. kalau malam-malam, usai mengaji bersama dan tidak
melihatnya belajar, Toni menghampirinya.
“ kasihanilah orang tuamu yang sudah
menyekolahkanm
u disini “
“ mereka tak peduli denganku. mereka sudah
buang aku! “ sahutnya kesal.
Dia pun terus melakukan hal-hal yang
menyebalkan, dan sekarang kenakalannya sudah sampai ke telinga para
ustadz. anehnya, belum ada yang cukup berani untuk menegurnya dengan keras.
paling mereka Cuma menasehatinya dengan lemah lembut.
Mungkin nasihat yang lembut-lembut itu gak akan
mempan padanya, seharusnya anak seperti dia itu harus dikerasi biar kapok gitu.
entah para ustadz terlalu sabar atau mungkin takut dengannya, karana mereka
belum pernah mengerasinya hingga si nakal itu merasa jera.
Siang ini si nakal adit itu duduk termenung
dikamar, hal yang tak biasa ia lakukan. raut wajahnya terlihat agak bosan,
beranjak keluar kamar. memandang sekeliling mencari-cari apa yang menyenangkan
untuk ia lakukan. namun apa yang enak lagi baginya bahkan sorang teman pun
mungkin tidak ia miliki. hingga kini ia hanya duduk termenung bersama rasa
kesal yang mulai mengusiknya.
“ huuffhh “ ia mengela nafas.
seketika terdengar suara hentakan kaki para santri
yang melintas dari luar kamar. ia mengarahkan pandangannya keluar pintu,
terlihat rombongan santri yang berangkat mengaji. menyadari bahwa sekian lama
ia tidak hadir dalam majlis, terlintas sedikit niat yang mengajak.
melangkahkan kaki sambil meneteng kitab menuju
ke majlis membuat santri yang melihatnya merasa heran, apa yang sudah terjadi
padanya.
“ tumben “ ejek satria, gengnya.
“ diamlah “ pintanya kasar.
seketika di majlis, para santri heran dengan
kehadirannya. namun ia berusaha bersabar dengan suasana itu, duduk lama yang
sudah sangat membuatnya bosan. tidak banyak penjelasan yang dapat ia tangkap,
mungkin akibat kemalasannya. namun ia tetap memperhatikan apa yang ustadz
Zulkifli sampaikan.
“ ini yang terakhir kalinya “ bisiknya sebal.
“ kalian disekolahkan disini bukan untuk makan,
bukan juga untuk senang-senang . disini itu ladang ilmu, yang harus dituntut
Lillahitaala. orang tua kalian membiayai, apa yang kalian bekali untuk mereka?
bekalnya itu bukan dodol, bukan jajan kalian, tapi ilmu, pengetahuan kalian…- “
sepoting dari penjelasan ustadz Zulkifli.
Mulut sepi tanpa kata, itulah yang dialami Adit
sekarang. kalimat itu seakan telah terencana untuk menyindirnya.yang mebuatnya
tersentuh namun malu untuk menunjukannya, ditengah keramaian para santri. dan mungkin
dari sinilah detik-detik kesadarannya dimulai.
kini ia hanya merenung ditemani rasa
gelisah, merasa menyesal dengan semua yang telah ia perbuat. tidak seperti
biasanya ia menjali teman-temannya, ia hanya berdiam dalam kamar. seketika itu
tiba-tiba sesuatu datang mengejutkannya.
“ assalamualaikum “
“ waalaikumussalam “ terkejut, terlihat Toni
sudah berdiri di hadapannya.
“ kenapa, dit? “ Tanya Toni heran
“ eh ndak ada apa-apa kok! “ ia mengela.
kemudian Toni menghampirinya, memandangi raut
wajahnya itu. anehnya Toni langsung pergi meninggalkannya, tanpa ia mengerti
apa maksud dari semua itu.
“ oh ya, Dit ada lomba pitdato tingkat
pesantren tuh, siapa tau kamu mau ikut “ ujarnya sebelum meninggalkan kamar.
ia semakin bingun dengan tingkah laku anak itu,
kenapa dan apa yang terjadi dengannya? entahlah.
kemudian ia mengambil sebuah buku yang
sepertinya sudah lama tak di sentuh apalagi dibaca. ia meniup buku
itu, hingga membuatnya bersin oleh debu. terlihat jelas, tertulis pada buku itu
‘ PIDATO TIGA BAHASA’. mebolak balikkan halaman yang ada pada buku itu tanpa sedikitpun
yang ia baca.
ia berlari keluar kamar menuju tempat dimana ia
sering nongkrong. berdiri menghadap pohon-pohon kemudian berbicara sendiri
seperti orang gila. menjelang beberapa menit ia berhenti,
“ kan kubuktikan pada mereka! “
teriaknya semangat.
sedikit senyum merubah raut wajahnya, kini ia
terlihat ceria. ia sudah menemukan jalan tujuannya sendiri. ia berniat untuk
ikut dalam lomba, dan membuktikan bahwa ia bisa.
“ hijrah itu karna Allah! “
terlihat ustadz zulkifli berdiri melihatnya
dari kejauhan, kemudian berjalan mendekatinya. memberikan ia sedikit senyuman,
“ apakah ustadz sudah lama disini? “ tanyanya
singkat.
namun ustadz zulkifli tidak memberikan jawaban,
ia malah tersenyum saja.kemudian mendekat dan menepuk pundaknya,
kemudian berkata:
“ ingatlah hijrah itu lillahitaala, bukan karna
yang lain. pintar-pintarlah menjaga niat karna niat itu ibarat surat, jika
salah tulis alamat maka suratnya tidak akan sampai pada tujuan. “ ujarnya
menasihati.
“ iya, terimakasih ustadz! “ pujinya
kemudian ustadz pergi meninggalkannya sendiri
ditemani pohon-pohon disana. dan ia kembali menghadap pohon-pohon itu,
berpidato selayaknya berpidato didepan public. ia sebagai penceramah
dan pohon-pohon itu sebagai jama’ahnya.
tiba disaat acara lomba diulai, semua santri
terlihat sudah memenuhi aula pondok. para peserta satu-persatu terlihat
menampilkan pidatonya dengan semangat. namun tiba disaat satu hal yang
mengejutkan, ketika MC menyebut nama salah seorang peserta. terdengar jelas,
“ Muhammad Rizki Aditya! “
ia berdiri melangkah menuju panggun, namun
bukan tepuk tangan yang menyambutnya melainkan tawa dan hinaan.tapi semua itu
tidak membuat semangatnya kendor, semua sudah ia yakini lillahitaala. semua
hinaan dan tawa itu sunyi seketika aditya menyampaikan isi pidatonya yang
berjudul ‘ HIJRAH KARNA ALLAH ‘ yang ia sampaikan dengat tegas.
tepuk tangan berbunyi keras ketika
ia beranjak meninggalkan panggun. senyum leber tergambar di bibirnya,
menunjukan bahwa ia bersyukur atas semua itu.
“ terimakasih ya Allah! “ bisiknya dalam hati.
acara terus berlanjut, selang beberapa jam tiba
saatnya pengumuman sang juara lomba.inilah saat-saat yang menegangkan baginya,
timbun angan yang ia ragukan. MC semakin menegangkan para audiens dengan
kata-katanya, dan tiba,
“ juara tiga lomba pidato tingkat pesantren
diraiiih oleh…..”teriak MC menegangkan.
selang beberapa menit, tiba giliran sang juara
pertama. namun adit hanya menunduk pasrah karna tidak yakin ia
diperingkat pertama. ia hanya bisa memanjatkan puji pada sang maha kuasa, agar
Allah bisa menghendakinya.
“ juar pertama ilaaaaaah….. “ MC menegangkan
kembali.
“ Muhammad Rizki Aditya “ MC melanjutkan.
suara tepuk tangan meriah terdengar, tiada
satupun menyangka hal itu terjadi. kini ia bukanlah si anak nakal lagi, ia bisa
buktikan bahwa ia bisa berubah. hijrah lillahitaalah. sudah saatnya ia harus
maju naik panggung menjadi seorang yang dipandang sebagai sang juara. diiringi
suara tepuk tangan dan tangkapan kamera, hingga terdengar.
“ cekrekkk…..cekrekk “
semua sudah selesai, ia menuruni panggung
dengan sebuah senyuman sembari melihat piala yang tertulis jelas.
JUARA I
LOMBA PIDATO TINGKAT PESANTREN
asshohwah,22 oktober 2017
“ sekali lagi terimakasih, ya ALLAH “ bersyukur.
…….
“jangan pernah menilai orang dari masa lalunya,
karna kita sudah tidak hidup waktu itu. semua orang bisa berubah, maka berikan
mereka kesempatan untuk membuktikannya. “